Pada Perang Badar, Rasulullah saw.
menyampaikan sebuah khotbah yang indah dan penuh makna. Sebuah khotbah yang
bisa menjadikan surga begitu tampak dekat sekali bagi orang-orang yang
merindukan kebahagiaan sejati. Sebuah khotbah yang menjadikan hidup bersama
orang-orang yang mencintai dunia tampak sebagai sesuatu yang memuakkan dan
menyebalkan di mata mereka. Sebuah khutbah yang menjadikan kematikan dan syahid
di medan peeperangan adalah sesuatu yang sangat remeh bagi orang yang memang menginginkannya. Orang-orang
mukmin pun lantas saling berebut untuk meraih kandungan khotbah beliau
tersebut. Ketika mereka sedang bertempur dengan para musuh, maka seolah-olah
mereka seperti orang-orang yang sedang masuk dalam pintu-pintu surga yang
berjumlah depalan. Ketika mereka sedang bertempur melawan kaum kuffar, seolah-olah mereka
sedang mengelilingi nikmat yang banyak. Ketika mereka sedang memenggal
kepala-kepala para penyembah berhala, seolah-olah mereka sedang menenggak
gelas-gelas yang penuh berisi minuman di dalam surge ‘Adn.
Sehari menjelang perang Uhud,
Rasulullah saw. Menyampaikan sebuah khutbah. Setelah mendengar khutbah
tersebut, para sahabat menolah jika harus berdiam saja dalam kota Madinah, mereka langsung bergegas berangkat menuju ke
Gunung Uhud, dengan khutbah Rasulullah saw, yang masih terngiang di telinga
mereka. Seola-olah khotbah tersebut bagaikan kelompok-kelompok pasukan
terdepan, bagaikan bendera-bendera perang yang dibawa oleh para tentara.
Tatkala Rasulullah saw, menghadap
SANG Khaliq, umat Islam mengalami kegemparan yang luar biasa. Wafatnya Rasulullah
saw, merupakan sebuah musibah yang luar biasa bagi umat Islam. Ketika umat
Islam mengalami kebingungan setelah mereka ditinggal pergi pemimpin tertinggi
mereka, sahabat Abu Bakar r.a langsung berdiri menyampaikan khotbanya yang
mampu menghibur hati umat Islam, mampu membalut luka mereka, mampu menghapus
air mata mereka. Sebuha khutbah yang mampu mengembalikan keceriaan jiwa mereka
dan mampu menghidupkan kembali hati mereka. Seolah-olah khutbah yang dia
sampaikan secara spontan dan tanpa persiapan tersebut bagaikan ucapan yang baru
mereka dengar, ucapan yang jatuh dari alam gaib yang dibawa oleh sayap-sayap
penerima, yang jatuh dari planet luar angkasa dengan membawa lencana mahabbah.
Tatkala Thariq bin Ziyad menyebrangi
lautan menuju dunia kaum kafir, kegaluan dan ketakutan pun merayapi hati semua
kaum kafir, kegalauan dan ketakutan pun merayapi hati semua orang. Lalu dia
berdiri sebagai seorang pahlawan pmberani, dengan suara lantang dia
menyampaikan khutbah yang terngiang-ngiang di telinga para tentara yang gagah
berani dan mampu menggetarkan tombak-tombak yang berada di dalam genggaman
tangan mereka. Sebuah khutbah yang mampu membuat orang yang takut langsung
berdiri dengan semangat yang berkobar ingin segera meloncat ke medan
pertempuran. Barisan-barisan tentara pun mulai maju, kematian menghinggapi
kepala-kepala tentara, kematian seolah-olah mengajak bercanda jiwa-jiwa yang
ada. Setelah mendegar khutbah yang disampaikan Thariq bin Ziyad, tentara Islam
langsung bergegas “mengetuk” pintu kemenangan, menabuh lonceng kejayaan dan
membenamkan hidung-hidung para kaum gembel dan hina ke dalam debu pertempuran.
Dahulu setiapp kali Ali bin Abi
Thalib r.a. menyampaikan khutbah, dia bagaikan menyemburatkan sumber-sumber
kefasihan, mampu membuat jiwa datang menyerahkan diri dengan suka rela, mampu
menawan jiwa-jiwa para pendengar dan bagaikanmemecahkan tengkorak kefasihan di
atas kepala orang-orang yang hadir. Seolah-olah tiap kalimat khtobah yang dia
sampaikan tanpa persiapan terlebih dahulu teresebut bagaikan papan luksan yang
sangat indah menawan, memilki nilai estetika yang luar biasa. Ali r.a. adalah
ayah Hasan r.a. Ali adalah kefasihan dan kefasihan adalah Ali.
Setiap kali Ibun Jauzi menyampikan
nasihat di suatu majelis, maka majleis tersebut selalu dipenuhi dengan
gambaran-gambaran kehidupan manusia yang tidak seperti biasanya, jiwa-jiwa
bagaikan terlepas dari raga, air amta bercucuran, keterpanaan tampak pada wajah
para hadirin, ketakutan hinggap di hati mereka, yang ingin berteriak
mengkikrarkan tobat, yang itu meratap menangis tersedu-sedu kareka penyesalan,
yang di sana sampai tidak sadarkan diri, yang di sini seolah meraka jiwanya
remuk akibat cambuk nasihat yang disampaiikan.
Sebagian para penceramah mampu
membuat kaum yang sedang duduk, tiba-tiba langsung berdiri dan naik ke atas
panggung kendaraan, berlarian menuju kepadanya dan mata merea tidak
henti-hentinya memperhatikan dan memandangi dirinya. Ada sebagian diam membisu,
tidak ada bibir yang bergerak, tidak ada jari-jemari yang bergoyang-goyang dan
tidak ada mata yang terkejap.
Sebagian penceramah mampu
menggetarkan mimbar denan suaranya yang lantang dan mengalir deras, para
hadirin berada di dalam genggamannya, para pendengar berubah menjadi
orang-orang yang tunduk dan pasrah. Ada sebagian penceramah yang ketika
menyampaikan sebuah khutbah, maka dia mengalir dengan tenang bagaikan air,
bermbus dengan lembut bagaikan tiupan angina sepoi-sepoi, bersama dengan ruh
sebelum jasad, bersama dengan jiwa sebelum raga.
(Rudi Rendra/10:57AM/8/19/2016/CahayaZaman/Dr.AidhAl-Qarni)
0 komentar:
Posting Komentar