Kamis, 18 Agustus 2016

Ucapan yang Mampu Mengubah Sejarah

Pada Perang Badar, Rasulullah saw. menyampaikan sebuah khotbah yang indah dan penuh makna. Sebuah khotbah yang bisa menjadikan surga begitu tampak dekat sekali bagi orang-orang yang merindukan kebahagiaan sejati. Sebuah khotbah yang menjadikan hidup bersama orang-orang yang mencintai dunia tampak sebagai sesuatu yang memuakkan dan menyebalkan di mata mereka. Sebuah khutbah yang menjadikan kematikan dan syahid di medan peeperangan adalah sesuatu yang sangat remeh bagi  orang yang memang menginginkannya. Orang-orang mukmin pun lantas saling berebut untuk meraih kandungan khotbah beliau tersebut. Ketika mereka sedang bertempur dengan para musuh, maka seolah-olah mereka seperti orang-orang yang sedang masuk dalam pintu-pintu surga yang berjumlah depalan. Ketika mereka sedang bertempur  melawan kaum kuffar, seolah-olah mereka sedang mengelilingi nikmat yang banyak. Ketika mereka sedang memenggal kepala-kepala para penyembah berhala, seolah-olah mereka sedang menenggak gelas-gelas yang penuh berisi minuman di dalam surge ‘Adn.
Sehari menjelang perang Uhud, Rasulullah saw. Menyampaikan sebuah khutbah. Setelah mendengar khutbah tersebut, para sahabat menolah jika harus berdiam saja dalam kota Madinah,  mereka langsung bergegas berangkat menuju ke Gunung Uhud, dengan khutbah Rasulullah saw, yang masih terngiang di telinga mereka. Seola-olah khotbah tersebut bagaikan kelompok-kelompok pasukan terdepan, bagaikan bendera-bendera perang yang dibawa oleh para tentara.

Tatkala Rasulullah saw, menghadap SANG Khaliq, umat Islam mengalami kegemparan yang luar biasa. Wafatnya Rasulullah saw, merupakan sebuah musibah yang luar biasa bagi umat Islam. Ketika umat Islam mengalami kebingungan setelah mereka ditinggal pergi pemimpin tertinggi mereka, sahabat Abu Bakar r.a langsung berdiri menyampaikan khotbanya yang mampu menghibur hati umat Islam, mampu membalut luka mereka, mampu menghapus air mata mereka. Sebuha khutbah yang mampu mengembalikan keceriaan jiwa mereka dan mampu menghidupkan kembali hati mereka. Seolah-olah khutbah yang dia sampaikan secara spontan dan tanpa persiapan tersebut bagaikan ucapan yang baru mereka dengar, ucapan yang jatuh dari alam gaib yang dibawa oleh sayap-sayap penerima, yang jatuh dari planet luar angkasa dengan membawa lencana mahabbah.
Tatkala Thariq bin Ziyad menyebrangi lautan menuju dunia kaum kafir, kegaluan dan ketakutan pun merayapi hati semua kaum kafir, kegalauan dan ketakutan pun merayapi hati semua orang. Lalu dia berdiri sebagai seorang pahlawan pmberani, dengan suara lantang dia menyampaikan khutbah yang terngiang-ngiang di telinga para tentara yang gagah berani dan mampu menggetarkan tombak-tombak yang berada di dalam genggaman tangan mereka. Sebuah khutbah yang mampu membuat orang yang takut langsung berdiri dengan semangat yang berkobar ingin segera meloncat ke medan pertempuran. Barisan-barisan tentara pun mulai maju, kematian menghinggapi kepala-kepala tentara, kematian seolah-olah mengajak bercanda jiwa-jiwa yang ada. Setelah mendegar khutbah yang disampaikan Thariq bin Ziyad, tentara Islam langsung bergegas “mengetuk” pintu kemenangan, menabuh lonceng kejayaan dan membenamkan hidung-hidung para kaum gembel dan hina ke dalam debu pertempuran.
Dahulu setiapp kali Ali bin Abi Thalib r.a. menyampaikan khutbah, dia bagaikan menyemburatkan sumber-sumber kefasihan, mampu membuat jiwa datang menyerahkan diri dengan suka rela, mampu menawan jiwa-jiwa para pendengar dan bagaikanmemecahkan tengkorak kefasihan di atas kepala orang-orang yang hadir. Seolah-olah tiap kalimat khtobah yang dia sampaikan tanpa persiapan terlebih dahulu teresebut bagaikan papan luksan yang sangat indah menawan, memilki nilai estetika yang luar biasa. Ali r.a. adalah ayah Hasan r.a. Ali adalah kefasihan dan kefasihan adalah Ali.
Setiap kali Ibun Jauzi menyampikan nasihat di suatu majelis, maka majleis tersebut selalu dipenuhi dengan gambaran-gambaran kehidupan manusia yang tidak seperti biasanya, jiwa-jiwa bagaikan terlepas dari raga, air amta bercucuran, keterpanaan tampak pada wajah para hadirin, ketakutan hinggap di hati mereka, yang ingin berteriak mengkikrarkan tobat, yang itu meratap menangis tersedu-sedu kareka penyesalan, yang di sana sampai tidak sadarkan diri, yang di sini seolah meraka jiwanya remuk akibat cambuk nasihat yang disampaiikan.
Sebagian para penceramah mampu membuat kaum yang sedang duduk, tiba-tiba langsung berdiri dan naik ke atas panggung kendaraan, berlarian menuju kepadanya dan mata merea tidak henti-hentinya memperhatikan dan memandangi dirinya. Ada sebagian diam membisu, tidak ada bibir yang bergerak, tidak ada jari-jemari yang bergoyang-goyang dan tidak ada mata yang terkejap.
Sebagian penceramah mampu menggetarkan mimbar denan suaranya yang lantang dan mengalir deras, para hadirin berada di dalam genggamannya, para pendengar berubah menjadi orang-orang yang tunduk dan pasrah. Ada sebagian penceramah yang ketika menyampaikan sebuah khutbah, maka dia mengalir dengan tenang bagaikan air, bermbus dengan lembut bagaikan tiupan angina sepoi-sepoi, bersama dengan ruh sebelum jasad, bersama dengan jiwa sebelum raga. 
(Rudi Rendra/10:57AM/8/19/2016/CahayaZaman/Dr.AidhAl-Qarni)
Share:

0 komentar:

Posting Komentar