gambar: Kamera SDIT As-Sakinah Tanjungpinang |
Pagi begitu cerah meneteskan beribur bulir kecerian di mata
murid-murid. Tapi seorang guru, wajahnya seperti dilanda cuaca yang berbeda,
mendung murung, tampak dia kurang tidur, begitu kontras dengan suasana sekolah
yang bertabur ceria, seharusnya dia juga menghadirkan diri ke sekolah itu
dengan sikap tubuh yang tak kalah semangat pula. Jam digital di finger printing
membentuk angka 08:00 wib, dia telat – begitu banyak menit yang memotong
gajinya bulan ini. Mengapa dia tak bersemangat akhir-akhir ini, itulah
pertanyaan yang hadir di hati kepala sekolah, dan beberapa guru wali kelas yang
saat mata pelajarannya dia tidak masuk, apa yang menyebabkan guru ini bersikap
seperti ini?
Dia dipanggil ke ruang kepala sekolah setelah mata pelajaran
pertama. Setelah bersalaman dan sedikit
senyum pengantar maka terjadilah dialog yang gerah dan sedikit canggung di
ruangan ber- AC itu.
“Kenapa tak hadir pengajian rutin tadi malam dik?,” Kepala sekolah mengganti kata sapaan hangat kepada guru yang ia
ayomi itu.
“Tidak ada, saya sedikit
kecapaian, saya tertidur lebih awal tadi malam,” jawab guru itu dengan
serba salah memilih kata yang tepat untuk menjawab pertanyaan yang mudah tapii
sulit dijawab.
Terbangunlah dialog yang saling mengisi, kesimpulan pertama kepala
sekolah, penyebab guru ini tidak semangat dalam kinerjanya ialah karena dia
merasa tidak sanggup mengelola murid-murid kelas satu dan dua, betapa sulit
mengatur dan mengkondisikan murid-murid satu kelas dengan jumlah 30 orang siswa.
Baru saja kelas dibuka dengan salam, baru pula semenit dikondisikan sudah
banyak tingkah murid-murid itu, ada yang berlarian, kejar-kejaran, mau izin pipis,
izin minum, berkelahi, menangis, mengelendoti kaki sang guru, mengotak-atik
laptop yang baru disambungkan ke infokus, manjat meja, wow! Itu semua
mengganggu tidur sang guru, dia memang bukan guru baru, tapi baru semester ini
ditantang untuk mengelola satu mata pelajaran kelas satu, dua, dan tiga yang super aktif itu.
Setelah meluahkan perasaannya itu, sang guru terdiam, menunduk
melihati kuku ibu jarinya yang tak kenapa-napa, disakunya ada sebuah amplop
putih berisi surat permohonan Pengunduran Diri ragu meragu ia ingin memberikan
langsung ke kepala sekolah.
Duhai kawan yang mendapati bacaan kasus ini, betapa terkadang
menjadi guru anak-anak peralihan dari TK ke SD, bukanlah perkara yang mudah,
dituntut kesabaran, mental kreatif, juga kemauan sang guru untuk terus mengasah
kemampuan dirinya mengelola kelas.
Pada kasus ini, sang guru mendapat masukan, rasionalisasi beban
mengajar teman-temannya yang lain, dan dia termasuk guru yang disitimewakan,
“Kamu termasuk guru yang kami istimewakan, beban mengajar ini bukan tanpa
alasan, tidak hanya murid yang naik kelas, maka melihat trade record adik yang
berkembang, maka di pembahasan yayasan dan tim inti sekolah ini, kami memilih
adik sebagai guru yang layak untuk memikul beban, kami promosikan adik untuk
naik jenjang, menambah pengalaman. Dik, dunia pendidikan kita ini tidak hanya
materi yang kita inginkan, tetapi ini lading amal kita, investasi akhirat kita,
tentu kamu sudah paham ini,” mendapat sentuhan ini sang guru yang lesu itu
menarik nafas menguat-kuatkan hatinya, meluaskan ruang dalam dadanya.
“Bagaimana kalau kamu saya pamongkan ke guru yang sudah
berpengalaman?,”
“Boleh juga Bang,”
“Bersabarlah, saya banyak melihat guru-guru yang kuat di sekolah
ini, ada Bu Ratna, Bu Fitri, Pak Heru, semua mereka memiliki kekuatan dan
keseriusan dalam mengelola amanahnya, tak jauh berbeda dengan dirimu dik,
mereka juga pernah mengeluhkan betapa beratnya harus menahan amarah mereka
dalam mengelola kelas dan murid, tapi mereka terus sabar berproses, semoga kamu
juga begitu, bertanya dan merujuklah pada semangat mereka, kita semua satu tim
di sekolah ini, belum ada yang ideal,
tapi yang berusaha maksimal sudah banyak guru-guru yang saya lihat demikian,”
“Baik bang, akan saya jalani satu semester ini, mohon selalu
bimbingannya, setiap malam saya resah, merasa menzalimi murid dan orangtua
murid yang sudah serius menitipkan anak-anaknya pada kita, rasa bersalah itu
selalu hadir setiap malam menjelang saya tertidur, saya sering tidur larut
malam, membaca buku teknik mengajar, menonton video pengelolaan kelas yang saya
download dari Yutube tapi ketika sudah di dalam kelas, dengan kondisi yang tak
terbayangkan semua teknik itu buyar dan membuat saya terduduk mendapati kondisi
kelas yang tak terkendali dengan maksimal.
Dialog terus berlanjut dengan lamanya, antara kepala sekolah dan
guru yang berhati resah itu, hingga mereka menyepakati beberapa hal dan sang
guru mendapat suntikan semangat dari kepala sekolah yang membangun suasana
kekeluargaan itu.
***
Menjadi guru, ustadz, atau apapun sebutannya itu, tak ubahnya sebagai seorang dai, kaidah awal dan dasarnya
tentu harus dipahami, bahwa guru tidak hanya mentransfer ilmu, tapi juga sikap,
guru yang baik tentu akan mengisi hatinya dengan amunisi yang baik, ia isi
hatinya dengan sabar – untuk menyapu kotoran amarah yang berserakan gugur dari
pohon nafsu tak terkendali --, selain sabar seorang guru bangun dari tidurnya
disepertiga malam, memohon kepada Allah, agar murid-muridnya diberi pemahaman
untuk menerima ilmu-ilmu yang ia sampaikan, kelak usahanya untuk menyampaikan
ilmu dengan kreatif sesuai zaman dimana murid-murid itu hadir, inshaAllah akan
menjadi amal jariyah yang akan memudahkan langkahnya ke surga kelak, salah
seorang pendiri yayasan itu berkata dalam sebuah motivasi yang ia sampaikan
kepada para guru, “Guru-guru yang saya banggakan, kami selalu mengusahakan yang
terbaik untuk guru-guru semua, memberi gaji yang semestinya, ketahuliah bahwa
gaji yang kita terima di dunia ini adalah DP dari Allah, kekurangannya akan
Allah balas kelak ketika kita sampai di surganya, syaratnya satu, ikhlaslah,
maka kita akan bersama reuni di sana,”
Nasehat motivasi ini, terkesan klise di pendengaran sang guru
berhati gelisah itu, ia menolak sekuat hatinya, tapi dalam hatinya yang
terdalam dia mengakui kebenaran kata-kata ini, jaga niat, semoga kita berjumpa
sama lagi reuni di istana yang kita bangun dengan amal terbaik di dunia ini.
Sang Guru berhati gelisah itu, mengurungkan niat menyampaikan surat
pengunduran diri yang telah ia tulis sebulan yang lalu, ia memang sudah bertekad
untuk mengundurkan diri, tapi mendengar rasionalisasi amanah, dan beban
mengajar yang lainnya, ia jadi mengerti bahwa tak hanya dia yang kesusahan,
tapi ternyata ada guru lain yang lebih kesusahan dan ia masih mampu bertahan.
Sang guru berhati cemas itu menarik nafas dalam-dalam, mengumpulkan
sisa-sisa semangatnya yang tercecer di setiap sudut sekolah, pertemuan itu
berakhir dengan senyum lagi, dan sebuah pelukan saling menguatkan.
***
Duhai
kawan pendidik, saat ini kita sedang bersama berjuang, menjadi guru
yang terus belajar, ketahuilah bahwa murid kita kelak akan merasa
beruntung bila mereka mengenang kita sebagai guru yang pernah mengajar
mereka dengan cara yang ceria, betapa pengalaman belajar dengan kita
akan mereka ceritakan, juga akan menjadi inspirasi bagi mereka kelak
apapun profesi yang akan mereka lakoni dalam hidupnya, duhai guru, mari
kita terus menghadirkan kebahagian, belajar bahagia untuk mengajar
bahagia. (RudiRendra)
0 komentar:
Posting Komentar