Sabtu, 13 Agustus 2016

Guru Cerdas Mengendalikan Kendala



gambar: Kamera SDIT As-Sakinah Tanjungpinang


Pagi begitu cerah meneteskan beribur bulir kecerian di mata murid-murid. Tapi seorang guru, wajahnya seperti dilanda cuaca yang berbeda, mendung murung, tampak dia kurang tidur, begitu kontras dengan suasana sekolah yang bertabur ceria, seharusnya dia juga menghadirkan diri ke sekolah itu dengan sikap tubuh yang tak kalah semangat pula. Jam digital di finger printing membentuk angka 08:00 wib, dia telat – begitu banyak menit yang memotong gajinya bulan ini. Mengapa dia tak bersemangat akhir-akhir ini, itulah pertanyaan yang hadir di hati kepala sekolah, dan beberapa guru wali kelas yang saat mata pelajarannya dia tidak masuk, apa yang menyebabkan guru ini bersikap seperti ini?
Dia dipanggil ke ruang kepala sekolah setelah mata pelajaran pertama.  Setelah bersalaman dan sedikit senyum pengantar maka terjadilah dialog yang gerah dan sedikit canggung di ruangan ber- AC itu.
“Kenapa tak hadir pengajian rutin tadi malam dik?,” Kepala sekolah mengganti kata sapaan hangat kepada guru yang ia ayomi itu.
 “Tidak ada, saya sedikit kecapaian, saya tertidur lebih awal tadi malam,” jawab guru itu dengan serba salah memilih kata yang tepat untuk menjawab pertanyaan yang mudah tapii sulit dijawab.

Terbangunlah dialog yang saling mengisi, kesimpulan pertama kepala sekolah, penyebab guru ini tidak semangat dalam kinerjanya ialah karena dia merasa tidak sanggup mengelola murid-murid kelas satu dan dua, betapa sulit mengatur dan mengkondisikan murid-murid satu kelas dengan jumlah 30 orang siswa. Baru saja kelas dibuka dengan salam, baru pula semenit dikondisikan sudah banyak tingkah murid-murid itu, ada yang berlarian, kejar-kejaran, mau izin pipis, izin minum, berkelahi, menangis, mengelendoti kaki sang guru, mengotak-atik laptop yang baru disambungkan ke infokus, manjat meja, wow! Itu semua mengganggu tidur sang guru, dia memang bukan guru baru, tapi baru semester ini ditantang untuk mengelola satu mata pelajaran kelas satu, dua,  dan tiga yang super aktif itu.
Setelah meluahkan perasaannya itu, sang guru terdiam, menunduk melihati kuku ibu jarinya yang tak kenapa-napa, disakunya ada sebuah amplop putih berisi surat permohonan Pengunduran Diri ragu meragu ia ingin memberikan langsung ke kepala sekolah.
Duhai kawan yang mendapati bacaan kasus ini, betapa terkadang menjadi guru anak-anak peralihan dari TK ke SD, bukanlah perkara yang mudah, dituntut kesabaran, mental kreatif, juga kemauan sang guru untuk terus mengasah kemampuan dirinya mengelola kelas.
Pada kasus ini, sang guru mendapat masukan, rasionalisasi beban mengajar teman-temannya yang lain, dan dia termasuk guru yang disitimewakan, “Kamu termasuk guru yang kami istimewakan, beban mengajar ini bukan tanpa alasan, tidak hanya murid yang naik kelas, maka melihat trade record adik yang berkembang, maka di pembahasan yayasan dan tim inti sekolah ini, kami memilih adik sebagai guru yang layak untuk memikul beban, kami promosikan adik untuk naik jenjang, menambah pengalaman. Dik, dunia pendidikan kita ini tidak hanya materi yang kita inginkan, tetapi ini lading amal kita, investasi akhirat kita, tentu kamu sudah paham ini,” mendapat sentuhan ini sang guru yang lesu itu menarik nafas menguat-kuatkan hatinya, meluaskan ruang dalam dadanya.
“Bagaimana kalau kamu saya pamongkan ke guru yang sudah berpengalaman?,”
“Boleh juga Bang,”
“Bersabarlah, saya banyak melihat guru-guru yang kuat di sekolah ini, ada Bu Ratna, Bu Fitri, Pak Heru, semua mereka memiliki kekuatan dan keseriusan dalam mengelola amanahnya, tak jauh berbeda dengan dirimu dik, mereka juga pernah mengeluhkan betapa beratnya harus menahan amarah mereka dalam mengelola kelas dan murid, tapi mereka terus sabar berproses, semoga kamu juga begitu, bertanya dan merujuklah pada semangat mereka, kita semua satu tim di sekolah ini,  belum ada yang ideal, tapi yang berusaha maksimal sudah banyak guru-guru yang saya lihat demikian,”
“Baik bang, akan saya jalani satu semester ini, mohon selalu bimbingannya, setiap malam saya resah, merasa menzalimi murid dan orangtua murid yang sudah serius menitipkan anak-anaknya pada kita, rasa bersalah itu selalu hadir setiap malam menjelang saya tertidur, saya sering tidur larut malam, membaca buku teknik mengajar, menonton video pengelolaan kelas yang saya download dari Yutube tapi ketika sudah di dalam kelas, dengan kondisi yang tak terbayangkan semua teknik itu buyar dan membuat saya terduduk mendapati kondisi kelas yang tak terkendali dengan maksimal.
Dialog terus berlanjut dengan lamanya, antara kepala sekolah dan guru yang berhati resah itu, hingga mereka menyepakati beberapa hal dan sang guru mendapat suntikan semangat dari kepala sekolah yang membangun suasana kekeluargaan itu.
***
Menjadi guru, ustadz, atau apapun sebutannya itu, tak ubahnya  sebagai seorang dai, kaidah awal dan dasarnya tentu harus dipahami, bahwa guru tidak hanya mentransfer ilmu, tapi juga sikap, guru yang baik tentu akan mengisi hatinya dengan amunisi yang baik, ia isi hatinya dengan sabar – untuk menyapu kotoran amarah yang berserakan gugur dari pohon nafsu tak terkendali --, selain sabar seorang guru bangun dari tidurnya disepertiga malam, memohon kepada Allah, agar murid-muridnya diberi pemahaman untuk menerima ilmu-ilmu yang ia sampaikan, kelak usahanya untuk menyampaikan ilmu dengan kreatif sesuai zaman dimana murid-murid itu hadir, inshaAllah akan menjadi amal jariyah yang akan memudahkan langkahnya ke surga kelak, salah seorang pendiri yayasan itu berkata dalam sebuah motivasi yang ia sampaikan kepada para guru, “Guru-guru yang saya banggakan, kami selalu mengusahakan yang terbaik untuk guru-guru semua, memberi gaji yang semestinya, ketahuliah bahwa gaji yang kita terima di dunia ini adalah DP dari Allah, kekurangannya akan Allah balas kelak ketika kita sampai di surganya, syaratnya satu, ikhlaslah, maka kita akan bersama reuni di sana,”
Nasehat motivasi ini, terkesan klise di pendengaran sang guru berhati gelisah itu, ia menolak sekuat hatinya, tapi dalam hatinya yang terdalam dia mengakui kebenaran kata-kata ini, jaga niat, semoga kita berjumpa sama lagi reuni di istana yang kita bangun dengan amal terbaik di dunia ini.
Sang Guru berhati gelisah itu, mengurungkan niat menyampaikan surat pengunduran diri yang telah ia tulis sebulan yang lalu, ia memang sudah bertekad untuk mengundurkan diri, tapi mendengar rasionalisasi amanah, dan beban mengajar yang lainnya, ia jadi mengerti bahwa tak hanya dia yang kesusahan, tapi ternyata ada guru lain yang lebih kesusahan dan ia masih mampu bertahan.
Sang guru berhati cemas itu menarik nafas dalam-dalam, mengumpulkan sisa-sisa semangatnya yang tercecer di setiap sudut sekolah, pertemuan itu berakhir dengan senyum lagi, dan sebuah pelukan saling menguatkan.

                                                                   ***
 Duhai kawan pendidik, saat ini kita sedang bersama berjuang, menjadi guru yang terus belajar, ketahuilah bahwa murid kita kelak akan merasa beruntung bila mereka mengenang kita sebagai guru yang pernah mengajar mereka dengan cara yang ceria, betapa pengalaman belajar dengan kita akan mereka ceritakan, juga akan menjadi inspirasi bagi mereka kelak apapun profesi yang akan mereka lakoni dalam hidupnya, duhai guru, mari kita terus menghadirkan kebahagian, belajar bahagia untuk mengajar bahagia. (RudiRendra)

Share:

0 komentar:

Posting Komentar